Apa itu pangan fungsional?
Pangan fungsional adalah pangan yang karena
kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan,
diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di
dalamnya. Menurut American Dietetic Association (ADA), yang termasuk pangan fungsional
tidak hanya pangan alamiah tetapi juga pangan yang telah difortifikasi
atau diperkaya dan memberikan efek potensial yang bermanfaat untuk
kesehatan jika dikonsumsi sebagai bagian dari menu pangan yang
bervariasi secara teratur pada dosis yang efektif.
Menurut
Badan POM, pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun
telah diproses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan
kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis
tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Untuk dapat dikategorikan
sebagai pangan fungsional, maka pangan tersebut haruslah bisa dikonsumsi
sebagaimana layaknya makanan atau minuman dengan karakteristik sensori
seperti penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima
oleh konsumen serta tidak memberikan kontraindikasi maupun efek samping
terhadap metabolisme zat gizi lainnya pada jumlah penggunaan yang
dianjurkan.
Untuk dapat disebut sebagai pangan fungsional, paling tidak harus ada beberapa hal yang harus dipenuhi, yaitu:
(1). Pangan fungsional harus berupa produk pangan, bukan kapsul,
tablet atau bubuk dan berasal dari bahan yang terdapat secara alami.
(2). Pangan fungsional dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet
atau menu sehari-hari, dan (3). Pangan fungsional harus mempunyai
fungsi tertentu pada waktu dicerna, memberikan peran dalam proses tubuh
tertentu, seperti memperkuat mekanisme pertahanan tubuh,
mencegah penyakit tertentu, membantu tubuh untuk memulihkan kondisi
tubuh setelah terserang penyakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan
mental, dan memperlambat proses penuaan.
Bahan atau ingredien yang dapat mempertingi status kesehatan, digolongkan sebagai berikut : serat makanan (dietary fiber); oligosakarida; gula alkohol; asam amino, peptida dan protein; glikosida; alcohol; isoprenoid dan vitamin ; kolin; mineral; bakteri asam laktat; asam lemak tidak jenuh; serta fitokimia dan antioksidan.
Aneka Ragam Pangan Fungsional
Bentuk fisik pangan fungsional yang mengandung bahan-bahan aktif
(bioaktif) di atas terdiri atas : (1). Produk susu, misalnya susu
fermentasi dan lactobacillus,
(2). Minuman, yaitu minuman yang
mengandung suplemen serat makanan, mineral, vitamin, minuman olahraga kaya protein yang mengandung kolagen dan lain3 lain,
serta
(3). Makanan, misalnya roti yang mengandung vitamin A tinggi,serat
makanan tinggi; biskuit yang diperkaya serat makanan, makanan dari bahan yang
dikenal memiliki kandungan senyawa aktif berkhasiat seperti isoflavon dalam kedelai dan lain-lain. Demikian tulisan singkat ini, mudah-mudahan dapat memperluas pengetahuan dan wawasan kita mengenai pangan fungsional.
Pangan
yang dapat dikatakan sebagai pangan fungsional bukan hanya pangan yang
diolah secara modern atau yang menggunakan bahan-bahan impor. Produk
pangan tradisional kitapun, sangat banyak yang mengandung komponen
bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan dan karenanya dapat
dikategorikan sebagai pangan fungsional.
Apa itu pangan tradisional? Pangan tradisional adalah makanan dan minuman termasuk makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia. Produk biasanya memiliki citarasa spesifik yang disukai oleh masyarakat setempat, dan dibuat dengan menggunakan resep warisan dari generasi ke generasi, dengan menggunakan bahan-bahan dari sumber lokal.
Bahan pangan segar yang banyak dijumpai di Indonesia, banyak yang kaya dengan komponen fitokimia dan serat makanan sehingga bersifat menyehatkan ketika dikonsumsi dalam kondisi segar. Sebagai contoh, buah jambu biji, pepaya, pisang dan sirsak serta sayuran seperti wortel dan tomat serta sayuran lain yang dimakan sebagai lalapan atau karedok, gado-gado dan acar seperti daun kemang, kangkung, paria, daun singkong, labu siam, leunca, bayam, daun katuk, terong, kacang panjang, daun kedondong, kecipir, daun selasih dan lain sebagainya.
Umbi-umbian banyak digunakan dalam resep-resep produk jajanan tradisional. Selain mengenyangkan, umbi-umbian kaya akan serat dan beberapa juga kaya oligosakarida, sehingga dapat digunakan sebagai pangan fungsional untuk serat dan/atau prebiotik. Disamping itu, ketiadaan gluten dalam umbi-umbian membuat produk olahannya dapat dikonsumsi oleh orang-orang yang sensitif terhadap gluten.
Dari segi bumbu, penggunaan rempah-rempah dalam jenis dan jumlah yang banyak adalah ciri khas dari pangan tradisional Indonesia. Selain memberi nilai labih pada aspek sensorik, tanaman rempah sudah sejak lama dikenal mengandung komponen fitokimia yang berperan penting untuk pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit. Sehingga, penggunaannya di dalam produk tradisional tanpa disadari ikut memberi andil dalam mempertahankan kesehatan.
Beberapa produk olahan pangan tradisional juga dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional. Produk-produk tersebut bisa berasal dari bahan nabati atau hewani, dalam bentuk makanan ataupun minuman. Dari kelompok makanan, contohnya adalah tempe, tape, dangke (keju lunak dari daerah Enrekang, Sulawesi), cincau, brem, peyeum, tauco, tempoyak dan acar. Dalam bentuk minuman kita mengenal minuman beras kencur, temulawak, kunyit asam, bir pletok (minuman rempah dari darah Sunda), sekoteng dan bandrek, dadih (susu kerbau fermentasi dari Sumatera Barat) dan lainnya. Produk-produk ini dapat memberikan efek menyehatkan bagi tubuh bila dikonsumsi.
Mengembangkan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Tradisional
Bisakah pangan tradisional diproses menjadi pangan fungsional modern? Jawabannya: bisa. Adanya bukti ilmiah yang menunjukkan keberadaan komponen bioaktif di dalam suatu produk tradisional, menjadi pintu pembuka untuk lebih serius mengembangkan produk pangan fungsional berbasis pangan fungsional. Tentu saja, untuk dapat mengembangkan produk pangan fungsional tersebut, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan.
Konsep yang harus selalu diingat adalah bahwa pangan fungsional merupakan produk pangan, sehingga harus bisa dikonsumsi secara bebas, seperti halnya pangan sehari-hari. Oleh karena itu, produk yang dikembangkan dalam bentuk tablet, kapsul, kaplet dan bubuk dengan batasan dosis pemakaian, tidak bisa dikatakan sebagai pangan fungsional.
Produk tradisional yang dikembangkan sebagai pangan fungsional sebaiknya dimulai dari produk pangan tradisional populer yang telah sejak lama dikonsumsi secara turun-temurun dan secara epidemiologis maupun penelitian telah terbukti bermanfaat bagi kesehatan.
Pengembangannya dilakukan dengan tetap mengacu pada kebiasaan makan masyarakat dan atribut yang menjadi ciri pangan tradisional sebaiknya tetap dipertahankan.
Karena banyak komponen bioaktif yang bersifat rentan terhadap berbagai kondisi proses pengolahan, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan komponen bioaktif selama proses produksi produk. Hal ini penting diperhatikan agar klaim sebagai pangan fungsional untuk suatu efek kesehatan tertentu dapat terpenuhi. Informasi mengenai hal ini dapat diperoleh dari literatur atau hasi-hasil penelitian.
Mengembangkan proses produksi pangan yang baku untuk memperoleh produk dengan mutu yang konsisten. Standarisasi dlakukan dalam hal pengadaan ingridien dan bahan tambahan pangan, juga tahapan proses pengolahan, penyimpanan dan distribusi produk. selain itu, aspek higiene, sanitasi dan cara pengolahan pangan yang baik mutlak harus dilakukan untuk menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi.
Setelah poin-poin diatas, maka satu hal lagi yang penting dilakukan adalah memperhatikan aspek pemasarannya. Prestise pangan fungsional berbasis pangan tradisional ini perlu diangkat agar dapat berpenetrasi ke dalam masyarakat yang lebih luas dan mampu bersaing dengan produk luar. Untuk hal ini, maka aspek penyajian/penampilan, pembentukan image dan promosi produk menjadi sangat penting untuk diperhatikan.
Apa itu pangan tradisional? Pangan tradisional adalah makanan dan minuman termasuk makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia. Produk biasanya memiliki citarasa spesifik yang disukai oleh masyarakat setempat, dan dibuat dengan menggunakan resep warisan dari generasi ke generasi, dengan menggunakan bahan-bahan dari sumber lokal.
Bahan pangan segar yang banyak dijumpai di Indonesia, banyak yang kaya dengan komponen fitokimia dan serat makanan sehingga bersifat menyehatkan ketika dikonsumsi dalam kondisi segar. Sebagai contoh, buah jambu biji, pepaya, pisang dan sirsak serta sayuran seperti wortel dan tomat serta sayuran lain yang dimakan sebagai lalapan atau karedok, gado-gado dan acar seperti daun kemang, kangkung, paria, daun singkong, labu siam, leunca, bayam, daun katuk, terong, kacang panjang, daun kedondong, kecipir, daun selasih dan lain sebagainya.
Umbi-umbian banyak digunakan dalam resep-resep produk jajanan tradisional. Selain mengenyangkan, umbi-umbian kaya akan serat dan beberapa juga kaya oligosakarida, sehingga dapat digunakan sebagai pangan fungsional untuk serat dan/atau prebiotik. Disamping itu, ketiadaan gluten dalam umbi-umbian membuat produk olahannya dapat dikonsumsi oleh orang-orang yang sensitif terhadap gluten.
Dari segi bumbu, penggunaan rempah-rempah dalam jenis dan jumlah yang banyak adalah ciri khas dari pangan tradisional Indonesia. Selain memberi nilai labih pada aspek sensorik, tanaman rempah sudah sejak lama dikenal mengandung komponen fitokimia yang berperan penting untuk pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit. Sehingga, penggunaannya di dalam produk tradisional tanpa disadari ikut memberi andil dalam mempertahankan kesehatan.
Beberapa produk olahan pangan tradisional juga dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional. Produk-produk tersebut bisa berasal dari bahan nabati atau hewani, dalam bentuk makanan ataupun minuman. Dari kelompok makanan, contohnya adalah tempe, tape, dangke (keju lunak dari daerah Enrekang, Sulawesi), cincau, brem, peyeum, tauco, tempoyak dan acar. Dalam bentuk minuman kita mengenal minuman beras kencur, temulawak, kunyit asam, bir pletok (minuman rempah dari darah Sunda), sekoteng dan bandrek, dadih (susu kerbau fermentasi dari Sumatera Barat) dan lainnya. Produk-produk ini dapat memberikan efek menyehatkan bagi tubuh bila dikonsumsi.
Mengembangkan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Tradisional
Bisakah pangan tradisional diproses menjadi pangan fungsional modern? Jawabannya: bisa. Adanya bukti ilmiah yang menunjukkan keberadaan komponen bioaktif di dalam suatu produk tradisional, menjadi pintu pembuka untuk lebih serius mengembangkan produk pangan fungsional berbasis pangan fungsional. Tentu saja, untuk dapat mengembangkan produk pangan fungsional tersebut, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan.
Konsep yang harus selalu diingat adalah bahwa pangan fungsional merupakan produk pangan, sehingga harus bisa dikonsumsi secara bebas, seperti halnya pangan sehari-hari. Oleh karena itu, produk yang dikembangkan dalam bentuk tablet, kapsul, kaplet dan bubuk dengan batasan dosis pemakaian, tidak bisa dikatakan sebagai pangan fungsional.
Produk tradisional yang dikembangkan sebagai pangan fungsional sebaiknya dimulai dari produk pangan tradisional populer yang telah sejak lama dikonsumsi secara turun-temurun dan secara epidemiologis maupun penelitian telah terbukti bermanfaat bagi kesehatan.
Pengembangannya dilakukan dengan tetap mengacu pada kebiasaan makan masyarakat dan atribut yang menjadi ciri pangan tradisional sebaiknya tetap dipertahankan.
Karena banyak komponen bioaktif yang bersifat rentan terhadap berbagai kondisi proses pengolahan, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan komponen bioaktif selama proses produksi produk. Hal ini penting diperhatikan agar klaim sebagai pangan fungsional untuk suatu efek kesehatan tertentu dapat terpenuhi. Informasi mengenai hal ini dapat diperoleh dari literatur atau hasi-hasil penelitian.
Mengembangkan proses produksi pangan yang baku untuk memperoleh produk dengan mutu yang konsisten. Standarisasi dlakukan dalam hal pengadaan ingridien dan bahan tambahan pangan, juga tahapan proses pengolahan, penyimpanan dan distribusi produk. selain itu, aspek higiene, sanitasi dan cara pengolahan pangan yang baik mutlak harus dilakukan untuk menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi.
Setelah poin-poin diatas, maka satu hal lagi yang penting dilakukan adalah memperhatikan aspek pemasarannya. Prestise pangan fungsional berbasis pangan tradisional ini perlu diangkat agar dapat berpenetrasi ke dalam masyarakat yang lebih luas dan mampu bersaing dengan produk luar. Untuk hal ini, maka aspek penyajian/penampilan, pembentukan image dan promosi produk menjadi sangat penting untuk diperhatikan.
Sumber : http://tips.diet-sehat.net
Comments
Post a Comment